Senin, 02 Maret 2009

Genangan Berulang di Kota Manado (Bumi Nyiur Melambai)

GENANGAN BERULANG DI KOTA MANADO (BUMI NYIUR MELAMBAI)
Oleh : La Ode Asir*

Abstrak
Dampak dari berbagai aktivitas masyarakat di daerah hulu (Tondano maupun Bailang) yang telah melakukan perubahan penutupan lahan dari daerah berhutan menjadi kawasan pertanian, sementara di daerah hilir proses pendangkalan terjadi disebabkan tumpukan sampah dari masyarakat yang menghuni daerah bantaran sungai, sehingga akumulasi aliran air dari daerah hulu maupun besarnya curah hujan yang terjadi di daerah hilir tidak dapat tertampung oleh sungai-sungai maupu drainase yang berada dalam wilayah kota Manado menyebabkan banjir/genangan yang menimbulkan korban harta maupun jiwa. Kota ini dilewati oleh kurang lebih 21 sungai (besar dan kecil) sangat berpotensi terjadinya banjr di daerah-daerah yang memiliki ketinggian yang rendah. Sungai-sungai tersebut berasal dari dua sungai besar yaitu DAS Tondano dan DAS Bailang. Catchment area DAS Tondano (daerah hulu), yang merupakan kontributor yang sangat berpengaruh memliki lahan kritis adalah ±12,464.98 Ha atau 77,09 % dari total luasan. Sedangkan pada Catchment area DAS Bailang terdapat lahan kritis dengan kriteria agak kritis dan kritis seluas 1.105,08 Ha atau 100% dari total luasan catchment area. Banjir yang terjadi disebahagian kota Manado umumnya merupakan genangan akibat badan-badan sungai dan saluran-saluran buatan yang ada tidak mampu menampung debit air yang berasal dari hulu maupun besarnya curah hujan yangterjadi di daerah hilir.

I. PENDAHULUAN
Secara umum, definisi banjir menurut kamus ICID adalah : “A relatively high flow or stage, markedly higher than usual ; also the inundation of flow land which may result there from. A body of water, rising, swelling and overflowing land not usually thus covered. Also deluge; a fresher.
Genangan bisa terjadi karena daya tampung saluran alam ataupun saluran buatan tidak lagi dapat menampung aliran air hujan yang datang, sehingga air tersebut menggenangi daerah sekitarnya pada kedalaman tertentu dan sampai waktu tertentu atau karena air hujan yang jatuh tidak dapat mengalir ke saluran drainase yang ada.
Sebenarnya jika dilihat lebih dalam fenomena banjir tidak selamanya menimbulkan dampak negative, oleh karena pada daerah tertentu justru dapat mendapatkan keuntungan antara lain dapat mendatangkan humus pada daerah-daerah tertentu, sedangkan pada daerah banjir dapat dilakukan colmatage, yaitu cara meninggikan permukaan tanah dengan mengaliri sedimen pada daerah rendah tersebut. Pada umumnya banjir mendatangkan masalah besar jika daerah banjir merupakan pemukiman atau daerah-daerah yang telah dilakukan budidaya oleh manusia.
Di kota Manado jika terjadi hujan lebat di daerah Tondano yang terletak pada daerah ketinggian, menyebabkan tergenangnya beberapa daerah yang rendah. Sebut saja pada pada tanggal 3 Desember 2000, diterjang banjir bandang yang tergolong dasyat, dan terakhir pada bulan Juli-Agustus tahun 2008, di daerah hilir Kecamatan Singkil dan sekitarnya, sungai yang membelah daerah kota Manado Utara meluap yang menyebabkan masyarakat di daerah bantaran sungai kehilangan harta hingga puluhan juta rupiah, bahkan sampai menelan korban jiwa. Hal ini merupakan dampak dari berbagai aktivitas masyarakat di daerah hulu yang telah melakukan pembukaan daerah-daerah berhutan menjadi kawasan pertanian. Sementara di daerah hilir proses pendangkalan terjadi disebabkan tumpukan sampah dari masyarakat yang menghuni daerah bantaran sungai, sehingga akumulasi aliran air dari daerah hulu tidak dapat tertampung oleh sungai-sungai yang berada dalam wilayah kota Manado.
II. Proses Banjir dan Masalahnya.
Banjir terjadi akibat turunnya hujan di permukaan bumi dengan basaran (intensitas) tertentu maupun lamanya (duration). Air hujan tersebut sebagian akan meresap ke dalam tanah dalam bentuk infiltrasi sedangkan selebihnya akan mengalir di atas permukaan tanah dalam bentuk aliran permukaan. Aliran permukaan ini akan menyatu di saluran alam/buatan menjadi aliran sungai (stream flow). Jika akumulasi dari aliran permukaan tersebut melebihi daya tampung dari saluran yang ada maka air hujan tersebut akan melimpas dan menggenangi areal di sekitar sungai. Bajir seperti ini biasa disebut juga banjir luapan. Kalau genangan yang terjadi bukan disebabkan oleh karena meluapnya sungai yang ada akan tetapi disebabkan oleh akibat meluapnya sungai karena aliran permukaan itdak dapat secepatnya mencapai saluran pembuang akibat saluran drainase yang tersumbat/menyempit maka kejadian banjir seperti ini disebut genangan.
Faktor yang mempengaruhi limpasan (run-off) dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor yang berhubungan dengan curah hujan dan factor yang berhubungan dengan daerah tangkapan air. Lama curah hujan, intensitas hujan dan distribusi hujan akan mempengaruhi laju dan volume limpasan.
Total limpasan dari hujan berhubungan dengan lama hujan pada intensitas tertentu. Infiltrasi akan berkurang dengan makin lamanya hujan. Jadi suatu kejadian hujan dalam watu yang singkat bisa saja tidak menghasilkan limpasan, sedangkan hujan dengan intensitas yang sama dalam waktu yang lama akan menghasilkan limpasan. Selain itu intensitas hujan juga mempengaruhi laju limpasan. Suatu kejadian hujan dalam jumlah yang besar dalam waktu yang singkat akan mengakibatkan laju limpasan yang besar dibanding dengan hujan yang sedang dalam waktu yang lebih panjang walau jumlah volume hujan tersebut sama. Umumnya laju dan volume limpasan akan maksimum jika hujan yang jatuh, terjadinya merata di seluruh daerah tangkapan air. Akan tetapi, bisa terjadi bahwa hujan lebat di suatu bagian daerah tangkapan air akan menyebabkan limpasan yang besar dibandingkan dengan hujan yang sedang turun secara merata di seluruh daerah tangkapan air.
Beberapa faktor daerah tangkapan air yang mempengaruhi limpasan adalah ukuran, bentuk, posisi, topografi, geologi dan budidaya pertanian. Laju limpasan atau volume limpasan suatu daerah tangkapan air akan meningkat bila ukuran limpasan daerah tangkapan air meningkat, namun laju dan volume limpasan persatuan luas daerah tangkapan air berkurang bila luas limpasan bertambah. Daerah tangkapan air yang panjang dan sempit, cenderung memiliki laju limpasan lebih kecil dibanding daerah tangkapan air yang lebar dengan ukuran yang sama. Limpasan pada daerah yang sempit dan memanjang mempunyai waktu konsentrasi yang lebih lambat dibandingkan dengan daerah tangkapan yang lebar. Bentuk topografi seperti lereng daerah hulu, derajat perkembangan dan gradasi saluran-saluran, luas dan jumlah areal cekungan akan mempengaruhi volume dan laju limpasan. Daerah tangkapan air yang datar atau daerah cekungan tanpa ada jaringan drainase akan memiliki limpasan yang lebih rendah dibanding dengan daerah yang curam dengan pola drainase yang jelas. Kondisi geologis, vegetasi dan budidaya pertanian akan mempengaruhi infiltrasi sehingga akan mempengaruhi limpasan (Sri Margianto,2002).

III. Kondisi Hutan Dalam Wilayah Manado
Kota Manado yang merupakan Ibu Kota Provinsi Sulawesi Utara, secara geografis terletak diantara 1o26’ – 1o40’ LU dan 124o48’ – 124o54’ BT.
Luas Kota Manado sekitar 150,02 Km2. Secara administratif Kota Manado terbagi dalam sembilan wilayah kecamatan dan delapan puluh tujuh kelurahan/desa.
Kota Manado memiliki batas wilayah :
a. Sebelah Utara : Kecamatan Wori dan Teluk Manado
b. Sebelah Timur : Kecamatan Dimembe
c. Sebelah Selatan : Kecamatan Pineleng
d. Sebelah Barat : Teluk Manado/Laut Sulawesi
Curah hujan beragam, pada tahun 2003 berkisar antara 69 mm (Juli) sampai 628 mm (Desember).
Kota Manado memiliki keadaan topografi yang berombak sebesar 40% dan dataran landai sebesar 38% luas wilayah. Sisanya dalam bergelombang, berbukit dan bergunung.
Ketinggian dari permukaan laut secara keseluruhan sebesar 94,53 % dari luas wilayah terletak pada 0–240 m d.p.l. Terdapat 2 gunung di Kota Manado, keduanya terletak di Kecamatan Bunaken, yaitu Gunung Manado Tua (± 655 m) dan Gunung Tumpa (± 610 m).
Dalam analisis (BPDAS Tondano,2005), tutupan lahan diklasifikasi berdasarkan nilai kerapatan
tajuk masing-masing tutupan lahan menjadi 5 kelas, yaitu:
Kerapatan Tajuk Kelas
• > 80 % Sangat Baik
• 61 - 80 % Baik
• 41 - 60 % Sedang
• 21 - 40 % Buruk
• < 20% Sangat Buruk
Berdasarkan kondisi tutupan lahan dan klasifikasi kelas kerapatan menurut BPDAS.2005, bahwa pada kawasan budidaya pertanian didominasi areal dengan kerapatan tajuk buruk seluas 5.792 ha, diikuti dengan kerapatan tajuk sangat buruk seluas 2.529 ha. Kerapatan tajuk sedang seluas 1.814 ha.
Pada kawasan hutan lindung didominasi areal dengan kerapatan tajuk sedang seluas 1.600 ha, diikuti dengan kerapatan tajuk buruk seluas 648 ha, kerapatan tajuk sangat buruk seluas 474 ha.
Masih terdapat kondisi tutupan lahan dengan kerapatan tajuk sangat baik seluas 186 ha dan kerapatan tajuk baik seluas 390 ha. Kondisi tutupan lahan dengan kerapatan tajuk buruk dan sangat buruk, dimungkinkan penyebabnya oleh adanya okupasi hutan lindung oleh masyarakat pada kawasan hutan lindung G. Tumpa.
Demikian pula kerusakan yang terjadi di sekitar DAS Tonado, yang merupakan daerah kontibutor limpasan kota Manado. Kerusakan ini akibat perambahan hutan yang tidak dapat dihindari, di samping itu karena peningkatan kebutuhan bahan baku hasil hutan kayu dan non kayu untuk industri yang tidak diiringi oleh peningkatan produksi hutan alam maupun hutan tanaman sehingga cukup banyak lahan kritis dan lahan tidur, yang sangat mempengaruhi kejadian banjir di kota Manado.
Kecerobohan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan hutan yang disebabkan oleh perambahan hutan karena sempitnya lahan garapan pertanian, maupun kurangnya penerapan teknik konservasi tanah yang baik seperti bercocok tanam pada lahan miring, sehingga meningkatkan proses aliran permukaan di musim penghujan. Kota Manado yang dilewati oleh kurang lebih 21 sungai (besar dan kecil) sangat berpotensi terjadinya banjr di daerah-daerah yang memiliki ketinggian yang rendah.
Penutupan lahan berupa pemukiman di kota Manado menambah tekanan terhadap lingkungan, khususnya masalah sampah rumah tangga dan industri. Kurangnya daerah resapan di perkotaan akan menimbulkan peluang terjadinya banjir, selain kondisi drainase yang buruk. Adanya pemukiman yang berada di bantaran sungai membuat daerah ini rawan dengan banjir.
Adanya daerah lahan kritis juga merupakan salah satu faktor penyebab banjir. Lahan kritis diasumsikan sebagai lahan yang telah terdegradasi sehingga produktivitas fungsinya sebagai fungsi produksi dan pengatur tata air menurun. Menurunnya fungsi tersebut sebagai akibat dari penggunaan lahan yang kurang memperhatikan konservasi tanah sehingga menimbulkan erosi, longsor dan sebagainya. Hal ini akan berpengaruh terhadap kesuburan tanah, tata air, dan lingkungan. Jika dilihat dari peta kekritisan lahan di catchment area sungai Tondano (daerah hulu), jumlah dari areal dengan kategori agak kritis, kritis dan sangat kritis adalah ±12,464.98 Ha atau 77,09 % dari total luasan. Luas lahan kritis banyak terdapat di areal pemukiman yaitu di hilir. Sedangkan di hulu terdapat di Kumelembuay, Rurukan, Suluan, Airmadidi, dan Tanggari.
Berdasarkan peta penutupan hutan tahun 2000 dan pantauan citra satelit tahun 2002, banyak ditemui pertanian lahan kering, perkebunan, semak belukar, kebun campuran di daerah hulu namun berdasarkan Peta Kawasan Hutan, lokasi tersebut tidak masuk dalam kawasan hutan melainkan pada areal penggunaan lain. Di daerah hilir, penutupan lahan di kedua catchment area ini yakni pada DAS Bailang terdapat lahan kritis dengan kriteria agak kritis dan kritis seluas 1.105,08 Ha atau 100% dari total luasan catchment area. Sedangkan luas lahan kritis di DAS Tondano terdiri atas sangat Kritis 971.26 ha, kritis 3,755.67 ha dan agak Kritis 7,738.06 ha, potensial Kritis 3,705.26 ha.
IV. Kejadian Genangan Yang Merendam Sebahagian Kota Manado
Pada bulan Februari 2005 terdapat beberapa titik lokasi banjir di Kota Manado, diantaranya adalah desa Bailang Kecamatan Tuminting, dan Paaldua atas Kecamatan Wenang. Lokasi banjir di desa Bailang termasuk ke dalam Sub DAS Talawaan, sedangkan di Paal dua termasuk DAS Tondano.
Hal yang sama terjadi pada bulan Mei, 2008 dimana hujan yang terus mengguyur Manado dan sekitarnya sepanjang hari, menyebabkan air Sungai Tondano meluap. Lokasi yang paling parah terkena banjir adalah Kelurahan Komo Luar, Kampung Ternate Tanjung, Kampung Argentina, Karame dan Mahakam
Untuk titik rawan banjir di Manado (bukan disebabkan oleh oleh satu-satunya berasal dari luapan DAS Tondano, tapi luapan air hujan), sesuai informasi dari Dinas Sumber Daya Air (SDA) Sulut, tercatat ada 14 titik rawan. Dan ini, rata-rata disebabkan mampetnya drainase kota. Akibatnya air di saluran (parit) meluap hingga ke jalan dan pemukiman penduduk . Genagan di wilayah perkotaan pada umumnya disebabkan oleh buruknya saluran air akibat menyempitnya badan sungai serta adanya aktivitas masyarakat disekitarnya membuat kerambah ikan air tawar dan kurangnya daerah resapan. Sehingga, pada saat terjadinya hujan dengan intensitas yang tinggi akan mengakibatkan meluapnya air pada badan sungai dan saluran drainase yang mampet.
Deliniasi Catchment area dan luasannya berdasarkan peta topografi dan hidrologi, DAS Tondano dapat dibagi menjadi 3 catchment area besar yaitu catchment area sungai Tondano, sungai Tikala dan Danau Tondano. Untuk kasus banjir di Paal Dua, merupakan bagian dari catchment area sungai Tondano. Deliniasi catchment area sungai Tondano menunjukkan luasan sebesar ±16.170,24 Ha.
Kasus banjir di daerah Bailang, menunjukkan lokasi tersebut berada pada catchment area sungai Bailang. Sungai Bailang memiliki luasan sebesar ±1.105,08 Ha. Bentuk Catchment areanya termasuk bentuk melebar. Sungai Tondano memiliki cacthment area yang melebar sampai di Airmadidi dan memanjang sampai di Rurukan. Catchment area sungai Bailang memiliki bentuk yang melebar sampai pada Kasorotan, Parigitujuh, dan Paal Lima.

Pada bentuk catchment area yang melebar, air larian akan menuju hilir dengan laju yang tinggi. Hal ini terjadi karena, air terkonsentrasi dengan cepat dari titik tempat jatuhnya air hujan menuju titik outlet. Dengan demikian debit puncak dan volumenya meningkat. Apabila hujan terjadi menuju hilir, pada kondisi catchment area ini menyebabkan air larian yang besar pada bagian bawah catchment area dan pada saat yang bersamaan datang air larian dari bagian atas catchment area tersebut.
Kemiringan lereng (slope) mempengaruhi perilaku air larian dalam hal timing. Semakin besar kemiringan lereng suatu catchment area, semakin cepat laju air larian, sehingga mempercepat respons catchment area terhadap adanya curah hujan. Kondisi kelas lereng di daerah hilir yang datar hingga landai, dan hulu yang agak curam hingga sangat curam menyebabkan air larian dari hulu begitu tinggi, sehingga waktu yang dibutuhkan oleh air hujan untuk menuju hilir lebih pendek.
Kondisi kemiringan lereng pada catchment area sungai Tondano memiliki kelerengan yang relatif landai. Sama halnya dengan kondisi kelerengan pada catchment area sungai Tondano, kondisi kelerengan di Bailang memiliki kelerengan yang landai dengan jarak lereng yang datar.
Pada catchment area sungai Tondano, panjang sungai utama adalah ±13.286,39 m dan anak sungainya ±229.085,84 m. Kerapatan sungai dapat dihitung sebesar 0,66 km/km2. Pada catchment area sungai Bailang, panjang sungainya adalah 28.131,47 m, kerapatan sungainya adalah sebesr 0,39 km/km2.
Adanya sedimentasi pada sungai menyebabkan kapasitas atau volume air yang tertampung menjadi berkurang. Apabila terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi, sungai akan mengalami peluapan, sehingga menimbulkan banjir. Data 14 tahun (1985-1998) menunjukkan puncak-puncak muka air maksimum harian terjadi di bulan Februari, Juni dan November (Dinas PU Provinsi Sulawesi Utara, 2000). Pada tanggal 4, 5 dan 6 Februari 1996 pada saat tinggi muka air mencapai +7,04 meter di atas permukaan laut, luas genangan di Kota Manado mencapai 761 ha, terutama di kawasan pemukiman dekat bantaran sungai (Anonimous, 2003).
Dari data muka air danau dan sungai dapat disimpulkan bahwa banjir di hilir bukan akibat pengaruh Danau Tondano, melainkan oleh anak-anak Sungai Tondano. Selain itu, data curah hujan menunjukkan bahwa jumlah curah hujan di wilayah dataran hilir lebih tinggi daripada di hulu sungai. Menurut laporan Proyek Pengembangan Pengairan Sulawesi Utara (1997), banyak anak sungai yang bermuara ke Sungai Tondano, antara Jembatan Kairagi sampai Jembatan Mahakam, mengalami penyempitan muara (bottle neck), sehingga tidak mampu menampung beban banjir maksimum. Dengan demikian, masalah debit banjir di kawasan DAS Tondano adalah bagaimana melakukan normalisasi (pelebaran dan pengerukan) Sungai Tondano bagian hilir dan anak-anak sungai sepanjang Jembatan Kairagi hingga Jembatan Mahakam.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Banjir yang terjadi di sebahagian kota Manado lebih tepat dikatakan peristiwa genangan yang merupakan peristiwa bencana alam disebabkan oleh pemicu utamanya adalah kontribusi intensitas hujan yang tinggi, kapasitas sungai yang tidak mampu berperan sesuai fungsinya..
2. Peristiwa genangan yang terjadi di kota Manado disebabkan pengaruh sisem drainase perkotaan, dan factor lainnya sebagai pendukung peristiwa tersebut yaitu bentuk catchment area dan luasannya, topografi, tanah, curah hujan, kondisi sungai ( kerapatan sungai, sedimentasi), elevasi daerah banjir, penutupan lahan, lahan kritis, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.
3. Menangani masalah debit banjir di kawasan DAS Tondano adalah bagaimana melakukan normalisasi (mempertahankan lebar dan pengerukan) Sungai Tondano bagian hilir dan anak-anak sungai yang masuk ke kota Manado.

B. Saran
Masih perlu dilakukan kajian yang lebih dalam tentang peristiwa genangan yang terjadi di sebahagian kota Manado yang telah banyak menelan korban, baik harta maupun nyawa.

DAFTAR PUSTAKA

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _, 2003. Review Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan Dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai Tondano. Balai Pengelolaan Das Tondano. Manado
_ _ _ _ _ _ _, 2003. Rencana Teknik Lapangan Rehanilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Sub DAS Ttalawaan. Balai Pengelolaan DAS Tondano. Manado
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _, 2004. Banjir Setinggi Dua Meter Melanda Manado. Tempo Interaktif.com
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _, 2005. Banjir besar intai Manado. Komentar Online. Manado
……………………………, 2008 Ratusan Korban Banjir manado Masih Duduki Sekolah. Antara News.
BPDAS Tondano, 2005. Sekilas Tentang Kejadian Banjir Kota Manado . Manado
Sri Margianto TD, 2002. Penganan Fisik Penanggulangan Banjir. Alami Jurnal Air.Lingkungan dan Mitigasi Bencana Vol.7 Jakarta.
Data Penulis
La Ode Asir Tira, lahir di Makassar pada tanggal 6 Juli 1958, Lulus S1 Fakultas Teknik Universitas Muslim Indonesia, Tahun 2005 – 2007 mengambil Program Magister di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sejak tahun 1978 s/d 1994 bekerja di Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. Tahun 1995 s/d 2006 bekerja di Balai Teknologi Pengelolaan DAS IBT di Makassar. Tahun 2006 s/d sekarang bekerja di Balai Penelitian Kehutanan Manado sebagai Peneliti Muda bidang Konservasi Tanah dan Hidrologi pada Kelti Pelestarian Sumberdaya Hutan.

1 komentar:

  1. masih perlu perbaikan mas!! masih banyak kata yang belum sempurna ketikannya.

    BalasHapus